
Banyak Alasan!
Dalam kisah ini 1 Samuel 8:1-22, bangsa Israel lebih memilih seorang raja daripada dipimpin oleh Allah. Apakah salah? Tidak, karena ini sudah ditetapkan Tuhan sejak jaman Musa (Ulangan 17:14-20).
Beberapa alasan bangsa Israel butuh raja:
- Samuel sudah tua (1 Sam. 8:1)
- Kedua anak Samuel yang diangkat jadi hakim di Bersyeba tidak seperti Samuel (1 Sam. 8:5-6)
- Anaknya doyan duit (1 Sam. 8:3)
- Anaknya tidak kompeten (1 Sam. 8:3)
- Menginginkan diperintah seorang raja yang sama dengan bangsa-bangsa lain. (1 Sam. 8:6)
- Memilih untuk dihakimi oleh seorang raja (1 Sam. 8:19-20)
- Raja tersebut akan memimpin mereka dalam perang (1 Sam. 8:19-20)
- Karena kondisi geopolitik (musuh utama mereka adalah Filistin)
Samuel terlihat kesal (1 Sam. 8:6) dengan permintaan bangsa Israel. Tetapi Tuhan mengingatkan Samuel, bukan alasan-alasan tersebut yang dilihat Tuhan, namun motivasi di balik permintaan tersebut.
Dalam sebuah tindakan, ada 3 hal yang berpengaruh yaitu: Alasan, motivasi dan niat.
Alasan adalah penjelasan logis atas suatu tindakan. Asalnya dari ‘luar’ (bisa situasi, perintah, kewajiban). Sifat alasan adalah ‘rasional’, bisa dijelaskan secara obyektif. Fungsinya adalah untuk ‘membenarkan’ tindakan.
Motivasi adalah dorongan batin untuk melakukan tindakan. Asalnya dari ‘dalam’ (emosi, harapan, keinginan). Sifatnya adalah ’emosional’ dan subyektif. Fungsinya untuk ‘mendorong’ tindakan.
Niat adalah keputusan sadar. Dan niat adalah titik di mana seseorang benar-benar akan memilih untuk melakukan. Tanpa niat, motivasi dan alasan hanyalah ‘wacana’.
Bila alasan banyak, motivasi benar → Tindakan benar
Bila alasan banyak, motivasi salah → Tindakan akan salah
Pada akhirnya tindakan → melahirkan kebiasaan.
Nubuatan tentang seorang raja (ayat 11-18) ini bukanlah dimaksudkan untuk satu raja tertentu, melainkan gambaran umum tentang tipe raja yang akan memerintah Israel ketika mereka lebih memilih sistem kerajaan manusia seperti bangsa-bangsa lain yaitu tipe raja duniawi yang akan memerintah dengan otoritas manusia, bukan dengan ketundukkan kepada Allah. Dalam sejarah Israel, nubuatan ini menjadi kenyataan dalam diri beberapa raja, contoh: Saul → merekrut orang untuk menjadi tentaranya (1 Sam. 14:52, membunuh imam-imam Tuhan (1 Sam. 22). Contoh lain: Salomo → Mengambil pajak tinggi dan kerja rodi (1 Raj. 5:13-18) dst.
Selama 400 tahun lebih uniknya adalah hampir semua raja yang memerintah mereka dinilai jahat di mata Tuhan. Hanya 5 raja dari Yehuda yang dinilai baik secara konsisten atau ‘cukup’ baik. Dosa raja menyebabkan: kemerosotan moral, penyesatan massal, kekalahan politik/militer, kehilangan identitas dan murka Tuhan.
Kembali ke 1 Samuel 8. Dalam ayat 4 dan 19, walaupun sudah diberi peringatan, tetapi bangsa Israel masih menginginkan seorang raja.
Konsekuensi tidak pernah menghalangi ketidaksetiaan seseorang
Perkataan: “maka kamipun akan sama seperti bangsa-bangsa lain; raja kami akan menghakimi kami dan memimpin kami dalam perang.” ini adalah perkataan yang sudah mengandung NIAT untuk menolak hidup dipimpin oleh TUHAN.
NIAT yang salah akan berimplikasi kepada PENDERITAAN, KERUGIAN, KEBUNTUAN
1 Samuel 8:18 Pada waktu itu kamu akan berteriak karena rajamu yang kamu pilih itu, tetapi TUHAN tidak akan menjawab kamu pada waktu itu.
Dengan lebih memilih keinginan sendiri daripada TUHAN, Anda sedang membuang harapan setelah musim yang berat! (Yer. 29:11)
Menolak TUHAN berarti sama halnya dengan berpisah dengan-Nya. Inilah yang dilihat TUHAN atau MOTIVASI terdalam dari umat-Nya yang memilih sama dengan dunia. Jangan heran Tuhan membenci perceraian, karena itu merusak gambaran tentang kesetiaan-Nya yang seharusnya juga hadir dalam mempelai perempuannya yaitu gereja. Anda bisa bayangkan betapa sakit hatinya Tuhan ketika umat-Nya berpaling kepada ilah-ilah lain?
TUHAN mengajarkan kita untuk tidak menjadi serupa dengan dunia ini, karena dunia berada dalam pengaruh si jahat (1 Yoh. 5:19)
Jangan banyak alasan yang salah dan motivasi yang keliru dalam mengikut Tuhan seolah Anda tahu yang terbaik untuk Anda.
Sebuah rumah tangga yang layak diperjuangkan adalah ketika masih ada kasih dan kesetiaan di dalamnya. Sudahkah bertanya ke dalam diri Anda, layakkah kita mendapat pertolongan dari Tuhan ketika kita banyak alasan? Karena Tuhan sesungguhnya melihat hati/motivasi kita, bukan alasan (dari luar) kita.
Tidak usah kebanyakan gaya merasa tidak butuh Tuhan! Mau kondisi nyaman sekalipun, kita tetap butuh Tuhan, kenapa? Karena kita tidak akan pernah tahu apa yang terjadi esok, bahkan dalam hari yang sama.
Yang disebut menjadi sama dengan dunia adalah ketika kita tidak bisa melihat apa yang dilihat Tuhan, karena Tuhan melihat hati. Untuk mengetahui isi hati Tuhan, kita perlu kedekatan/relasi personal. Bangsa Israel ketika jaman Samuel, terbukti tidak memiliki kedekatan personal dengan Tuhan. Dari peristiwa kekalahan melawan Filistin, kembalinya tabut Tuhan ke Bet-Semesh, hingga lebih memilih seorang raja adalah rentetan peristiwa yang diawali oleh tidak adanya relasional yang nyata! Boro-boro, doa saja minta Samuel yang mendoakan!
Orang yang benar-benar mengasihi Tuhan, memiliki kedekatan personal, maka semua yang dibutuhkan itu sudah disediakan oleh Allah (1 Kor. 2:9) Bahkan saking baiknya, kita tidak pernah melihat, mendengar atau membayangkan yang terbaik dari Tuhan.
Untuk itulah, belajar dari kisah ini kita tidak boleh banyak alasan! Milikilah motivasi yang benar dalam mengikut Tuhan, dan niat untuk mendekat/mengasihi Tuhan!
Tuhan Yesus memberkati.
Leave a Reply