Brick by brick – The battle of faith

The battle of faith

Yosua 4:12-13

Juga bani Ruben, bani Gad dan suku Manasye yang setengah itu menyeberang, dengan bersenjata, di depan orang Israel itu, seperti yang dikatakan Tuhan kepada mereka. Kira-kira empat puluh ribu orang yang siap untuk berperang menyeberang di hadapan TUHAN ke dataran Yerikho untuk berperang.

Sermon, 21 April 2024

Preacher: Yehezkiel Christanto

Bacaan: Yosua 4:12-13

Apa yang dilakukan oleh bani Ruben, bani Gad dan suku Manasye untuk menyeberang dan siap berperang ini adalah tindakan iman setelah sebelumnya mereka meragukan kepemimpinan Yosua.

Perintah kepada mereka sudah jelas dalam Yosua 1:13-14 “Ingatlah kepada perkataan yang dipesankan Musa, hamba TUHAN itu, kepadamu, yakni: TUHAN, Allahmu mengaruniakan keamanan kepadamu dan memberikan kepadamu negeri ini, perempuan-perempuan dan anak-anak di antara kamu dan ternakmu boleh tinggal di negeri yang diberikan Musa kepadamu di seberang sungai Yordan, tetapi kamu, semua pahlawan yang gagah perkasa, haruslah menyeberang di depan saudara-saudaramu dengan bersenjata, dan haruslah menolong mereka, sampai TUHAN mengaruniakan keamanan kepada saudara-saudaramu seperti kepada kamu juga, dan mereka juga menduduki negeri yang akan diberikan kepada mereka oleh TUHAN, Allahmu. Kemudian bolehlah kamu pulang kembali ke negerimu sendiri dan menduduki negeri yang diberikan Musa, hamba TUHAN itu, kepadamu di seberang sungai Yordan, di sebelah matahari terbit. 

Meskipun itu adalah perintah dari Musa, tetapi mereka meragukan kepemimpinan Yosua (Yos. 1:7 sama seperti kami mendengarkan perintah Musa, demikianlah kami akan mendengarkan perintahmu.  Hanya, TUHAN, Allahmu, kiranya menyertai engkau, seperti Ia menyertai Musa.) 

Secara historis, wilayah Yordania sekarang adalah wilayah yang ditempati oleh para “Pahlawan gagah perkasa” dalam Yosua 1:13-14. Bertempat di seberang sungai Yordan, tempat dimana orang Amori ditumpas oleh bangsa Israel dalam Yosua 2:10.

Tanggal 14 April 2024 ada berita tentang negara Iran yang meluncurkan serangan rudal ke Israel. Dan Yordania mencegat rudal tersebut, padahal di tahun 1967, Yordania merupakan salah satu negara yang menyerang Israel selama 6 hari dan berujung kepada kekalahan Yordania dan hilangnya sebagian wilayah mereka menjadi milik Israel di Tepi Barat. Negara Yordania dalam Alkitab adalah tempat tinggal orang Amori yang sudah ditumpas oleh bangsa Israel (Yos. 2:10 dan apa yang kamu lakukan kepada kedua raja orang Amori yang di seberang sungai Yordan itu, yakni kepada Sihon dan Og, yang telah kamu tumpas. Ketika kami mendengar itu, tawarlah hati kami dan jatuhlah semangat setiap orang menghadapi kamu, sebab TUHAN, Allahmu, ialah Allah di langit di atas dan di bumi di bawah.) Dan wilayah ini menjadi milik pusaka dan tempat tinggal dari para “pahlawan gagah perkasa” (Yos. 1:13-14).

Namun, “bantuan” Yordania terhadap Israel di tahun 2024 bukan berarti mereka ingat akan janji mereka terhadap “saudara-saudara” mereka (memberikan keamanan) karena sekarang kita mengenal Israel dan Yordania bukan sebagai bangsa lagi seperti dalam Alkitab melainkan sebagai negara. Dan faktanya adalah 1 dari 5 orang di Yordania merupakan keturunan dari orang Palestina.

Ibrani 11:1

Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.

Persiapan (tujuan, menilai kekuatan lawan, taktik) lebih penting daripada pertempuran itu sendiri. 

Bangsa Israel sebenarnya sudah mendekati kekalahan/bahkan kalah sebelum bertempur (karena meragukan kepemimpinan Yosua dalam Yos. 1:16-17). Mereka kehilangan iman percaya untuk menduduki tanah perjanjian karena meragukan Yosua. 

Mari bandingkan antara Yosua dan mereka yang meragukan Yosua. Apa yang tampak di permukaan tergantung apa yang hidup di bawah. Iman yang kuat dimiliki oleh Yosua, yaitu iman yang mengatasi ketakutan! Dalam terjemahan TSI, Tuhan menguatkan Yosua dengan firman-Nya “Jangan takut“. 

 

Dalam 2 Timotius 1:7, Allah tidak memberikan kepada kita roh ketakutan. Tapi di dalam kehidupan kita, selalu ada pertempuran antara iman dan ketakutan. Mungkin kita takut gagal, takut memulai sesuatu, takut tidak ada penyertaan Tuhan, dll. Keraguan adalah bentuk ketakutan kita yang akan mematahkan iman kita kepada Tuhan.

Ketika berjalan bersama TUHAN, kita tidak bisa menggunakan iman dan ketakutan sekaligus! Mengapa? Karena keduanya menginginkan Anda percaya terhadap sesuatu yang belum terjadi.

Memasuki tanah perjanjian adalah iman yang diturunkan leluhur bangsa Israel.

Keluaran 3:8 (TB) Sebab itu Aku telah turun untuk melepaskan mereka dari tangan orang Mesir dan menuntun mereka keluar dari negeri itu ke suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya, ke tempat orang Kanaan, orang Het, orang Amori, orang Feris, orang Hewi dan orang Yebus.

Bangsa Israel memiliki iman untuk berjalan bersama Tuhan menuju ke tanah perjanjian (promise land). Ketika menyeberangi sungai Yordan dan terjadi mujizat, Yosua menegaskan, menghalau ketakutan mereka:

Yosua 3:9-10 Lalu berkatalah Yosua kepada orang Israel: “Datanglah dekat dan dengarkanlah firman TUHAN, Allahmu.” Lagi kata Yosua: “Dari hal inilah akan kamu ketahui, bahwa Allah yang hidup ada di tengah-tengah kamu dan bahwa sungguh-sungguh akan dihalau-Nya orang Kanaan, orang Het, orang Hewi, orang Feris, orang Girgasi, orang Amori dan orang Yebus itu dari depan kamu.

Ketakutan terhadap sesuatu yang belum terjadi bisa dialami oleh siapa saja, bahkan orang yang beriman. Karena ketakutan kita, bisa saja kita melupakan bahwa Allah yang hidup ada di tengah-tengah kita! Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa itu merupakan “roh ketakutan”, bukan emosi/perasaan kita (2 Tim. 1:7). Bagaimana kita bisa tahu itu adalah roh? Contohnya adalah tokoh-tokoh di Alkitab:

Saul beberapa kali takut. 1 Sam. 13:10-14, Saul takut rakyat meninggalkannya ketika orang Filistin mengejarnya sehingga ia mempersembahkan korban bakaran tanpa Samuel. 

Ketakutan akan sesuatu yang belum terjadi membuat kita terlihat bodoh dan kehilangan berkat TUHAN.

2 Timotius 1:7 (TB2) sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan penguasaan diri.

penguasaan diri berasal dari kata σωφρονισμός (sóphronismos). NAS: dicipline (disiplin) KJV: of a sound mind (pikiran yang sehat) INT: wise discretion (kebijaksanaan bijaksana). Akar katanya sṓphrōn, “jalan tengah/moderat”) – dengan benar, berpikiran aman, menunjukkan perilaku yang bijaksana(“masuk akal”) yang “sesuai” dengan situasi, yaitu contohnya dengan tepat bertindak sesuaikehendak Tuhan dengan melakukan apa yang disebut-Nya sebagai penalaran yang masuk akal (hanya digunakan dalam 2 Tim 1:7). 

Ketika takut, kita kehilangan penguasaan diri kita, dan akan melakukan hal yang diluar kehendak Tuhan sama seperti Saul yang berikutnya yaitu ketika menerima tugas untuk menumpas bangsa Amalek.

Selain menjadi bodoh, kehilangan berkat Tuhan, Saul juga melawan perintah Allah. Sepertinya “baik” alasannya karena menyelamatkan kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dengan maksud untuk mempersembahkan korban kepada Allah. Namun, menurut Allah lebih baik mendengarkan firman dan melaksanakan firman daripada mempersembahkan korban bakaran. 

Orang yang membiarkan hidupnya dikuasai oleh ketakutan yang belum terjadi, lambat laun imannya akan semakin “jauh” dari Tuhan dan mulai kehilangan penguasaan diri.

1 Samuel 15:22 (TB) Tetapi jawab Samuel: “Apakah TUHAN itu berkenan kepada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara TUHAN? Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan. Mengapa Saul yang awalnya diurapi Tuhan, Roh Allah ada di atasnya tetapi bisa dikuasai oleh “roh jahat”? Karena Saul mengijinkan ketakutan itu hidup dalam dirinya!

Takut akan TUHAN akan membuat orang tersebut justru mendekat kepada TUHAN.

Saul awalnya adalah orang yang diurapi Tuhan, Roh Allah ada di atas dia (1 Sam. 10:10-11; 1 Sam. 11:6), tetapi karena “memilih” untuk hidup dalam ketakutan, Roh Allah semakin menjauh darinya. Buktinya? Saul tidak berani menghadapi Goliat (1 Sam. 17).

Ketakutan akan semakin membuat seseorang menjauh dari TUHAN dan dapat “dikuasai” oleh roh jahat. Ketika bangsa Israel menyongsong kemenangan Daud atas orang Filistin dengan nyanyian “Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa”, ketakutan Saul terlihat jelas dengan mengatakan dalam 1 Sam. 18:6-8 Lalu bangkitlah amarah Saul dengan sangat; dan perkataan itu menyebalkan hatinya, sebab pikirnya: “Kepada Daud diperhitungkanmereka berlaksa-laksa, tetapi kepadaku diperhitungkannya beribu-ribu; akhir-akhirnya jabatan raja itupun jatuh kepadanya.”

HIDUP DALAM KETAKUTAN ATAU HIDUP DALAM IMAN ADALAH PILIHAN!

Saul adalah salah satu contoh roh ketakutan itu eksis. Apakah orang yang takut akan TUHAN, terbebas dari roh ketakutan?

Berikutnya adalah bukti lain bahwa ketakutan adalah roh, bukan emosi/perasaan kita adalah kisah dari Ayub. Orang yang hidupnya saleh, takut akan TUHAN ternyata bisa berantakan dan porak-poranda akibat membuka pintu dan memberi akses kepada Iblis melalui roh ketakutan. 

Ayub 1:4-5 Anak-anaknya yang lelaki biasa mengadakan pesta di rumah mereka masing-masing menurut giliran dan ketiga saudara perempuan mereka diundang untuk makan dan minum bersama-sama mereka. Setiap kali, apabila hari-hari pesta telah berlalu, Ayub memanggil mereka, dan menguduskan mereka; keesokan harinya, pagi-pagi, bangunlah Ayub, lalu mempersembahkan korban bakaran sebanyak jumlah mereka sekalian, sebab pikirnya: “Mungkin anak-anakku sudah berbuat dosa dan telah mengutuki Allah di dalam hati.” Demikianlah dilakukan Ayub senantiasa.

Orang yang berjalan bersama TUHAN, tetapi membiarkan hidupnya dikuasai oleh roh ketakutan akan membuka akses Iblis untuk menyerang. Ayub telah “hidup dalam ketakutan” senantiasa. Ia takut anak-anaknya berbuat dosa sehingga mempersembahkan korban bakaran bagi Tuhan. Terlihat rohani, sama seperti Saul namun Ayub ternyata memilih untuk hidup dalam ketakutan, bukan hidup dalam iman!

Bagaimana dengan Anda? Sudahkah kita memiliki pilihan hidup dengan iman “sepenuh” nya? atau masih memilih untuk hidup dalam ketakutan hingga hal tersebut mengganggu keseimbangan iman kita kepada Tuhan, tidak bisa tidur, bergantung pada obat anti depresan dll.

Peristiwa Yesus “menegor” Petrus dengan kalimat “Enyahlah Iblis” ini membuktikan bahwa ketakutan akan hal yang belum terjadi bukan merupakan sebuah emosi, melainkan “roh” ketakutan yang ditanam Iblis di pikiran kita agar Iblis dapat menggagalkan rencana Allah! Unik sekali bagaimana cara Tuhan Yesus menegor Petrus, bukan?

Janji Allah adalah Imanuel. Bahkan meskipun keadaan kita sedang tidak baik-baik saja, berada dalam lembah kekelaman, Allah tetap menyertai kita, mendatangkan kebaikan bagi kita (Roma 8:28), melimpahkan kasih karunia supaya berkecukupan bahkan berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan (2 Kor. 9:8), dan memiliki masa depan yang penuh harapan! (Amsal 23:17-18, Yeremia 29:11-13).

Oleh karena itu, kita harus menaklukkan ketakutan tersebut, menutup pintu dan akses supaya Iblis tidak bisa memporak-porandakan hidup kita dan menggagalkan rencana Allah.

Menaklukkan ketakutan berarti memberikan kesempatan kepada TUHAN untuk menyatakan bukti kesetiaan-Nya, memberikan jalan yang terbaik untuk kita.

Imanuel! Tuhan Yesus memberkati.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *