DIVINE PLAN
Sermon 18 Februari 2024
Preacher: Yehezkiel Christanto
1 Raja-raja 19:1-18
Ketika minggu lalu saya pulang kampung ke Pati, dalam perjalanan ternyata jalur Demak – Kudus terputus karena banjir. Saya terjebak macet karena tidak ada kendaraan yang bisa lewat. Banyak kendaraan yang memutar arah dan mencari alternatif jalur lain. Begitu pun saya juga mencari jalur alternatif lain yaitu melewati Welahan – Jepara. Tapi ternyata di jalur tersebut juga macet. Sembari mengisi bensin, saya mencari informasi apa yang terjadi dan jalur alternatif lain. Informasi yang saya temukan adalah bahwa ada tanggul yang jebol dan merendam banyak desa di Demak, bahkan ada yang terendam sampai setinggi kepala. Wah, harus lekas bertindak supaya tidak banyak membuang waktu di jalan. Tidak banyak informasi yang menyediakan jalur alternatif yang lancar karena itu adalah hari perdana tanggul jebol.
Akhirnya saya memutuskan untuk kembali ke Semarang menuju Salatiga – Sumber Lawang – Purwodadi – Sukolilo – Pati. Seharusnya perjalanan normal dari Magelang ke Pati adalah sekitar 4 jam. Karena memutar, akhirnya menjadi 13 jam. Kalau saja tahu dari awal ada banjir, tentu saya tidak repot membuang waktu 13 jam di jalan. Rasanya sia-sia terjebak macet dan frustasi karena harus kembali ke Semarang.
Begitulah Nabi Elia di kisah yang ada di 1 Raja-raja 19 ini. Ternyata Elia yang hebat di pasal sebelumnya, mengalami depresi karena tidak ada perubahan setelah peristiwa di gunung Karmel. Tadinya Elia gagah berani tidak takut kehilangan nyawa untuk menghadap raja Ahab, sekarang ratu Izebel mengancam akan membunuhnya karena Elia melenyapkan nabi-nabi Baal kesayangannya.
Ada sesuatu yang berbeda disini, Elia melarikan diri, kali ini adalah keputusannya sendiri, bukan karena Tuhan yang menyuruhnya pergi seperti di Pasal 18. Sepertinya tidak masuk akal, di Pasal 19 ini Elia yang hebat menjadi tumbang, kehilangan kepercayaan dirinya. Ia menjadi takut, pengecut, meninggalkan bujangnya (ayat 3) bahkan ingin mati (ayat 4). Ini adalah bagian tersulit dari kisah Nabi Elia.
Tujuan mulia tetapi tidak disertai dengan adanya perubahan menyebabkan Elia depresi. Keinginan Elia adalah Israel utara kembali bertobat kepada Allah yang benar! Tapi tidak ada perubahan! 2 kali nyawanya terancam di hadapan raja Ahab, dan sekarang ditambah dengan ratu Izebel yang sudah membasmi nabi-nabi Tuhan (Pasal 18) kini berikhtiar untuk membunuh Elia. Elia depresi, takut, menjadi apatis, meninggalkan bujangnya melarikan diri ke daerah suku Yehuda, berlari lebih jauh lagi masuk ke padang gurun. Mungkin pikirnya nasibnya akan sama dengan nabi-nabi Tuhan yang dibasmi oleh Izebel, jika ia tidak lari.
Hati-hati, tidak adanya perubahan dalam hidup dapat menyebabkan depresi. Dan depresi bisa meruntuhkan iman Anda. Elia melupakan hal yang paling penting yaitu penyertaan Tuhan. Di kisah Elia Pasal 19 ini kita akan belajar 3 hal:
- Meresponi panggilan Tuhan harus diikuti sikap yang benar. Perubahan hidup itu baik, namun sikap hati lebih baik. Hal-hal yang melemahkan iman biasanya terjadi karena keinginan kita melebihi rencana Tuhan dalam hidup kita. Sikap depresi kedua yang terlihat adalah dari cara Elia membandingkan dirinya dengan nenek moyangnya (ayat 4). Mengapa Elia membandingkan dirinya dengan nenek moyangnya? Siapa yang Elia bandingkan?
- Ada maksud ilahi di balik setiap panggilan Tuhan, karena itu tetaplah setia! Musa dipanggil untuk membebaskan bangsa Israel keluar dari perbudakan Mesir, Yosua dipanggil untuk memimpin bangsa Israel masuk tanah perjanjian. Elia dipanggil Tuhan untuk menyadarkan Israel bahwa TUHAN adalah satu-satunya Allah yang harus mereka sembah, Elisa dipanggil TUHAN untuk mengerjakan tugas menggenapi panggilan Elia. Stop membanding-bandingkan yang terlihat lebih baik. Dalam ayat 9 dan 13, Tuhan menegur Elia: “Apa kerjamu disini, hai Elia?” Dua kali pula jawaban Elia sama: Jawabnya: “Aku bekerja segiat-giatnya bagi TUHAN, Allah semesta alam, karena orang Israel meninggalkan perjanjian-Mu, meruntuhkan mezbah-mezbah-Mu dan membunuh nabi-nabi-Mu dengan pedang; hanya aku seorang dirilah yang masih hidup dan mereka ingin mencabut nyawaku.” (1 Raj. 19:10, 14). Disinilah kita akan tahu sisi gelap dari seorang Elia. Mengapa Elia berada di Horeb? Karena Horeb adalah gunung Sinai, gunung Perjanjian antara Allah dan Israel. Gunung dimana ada perjanjian bahwa selama Israel setia, maka Allah akan memberkati mereka. Namun, bila Israel berbalik tidak setia dan mengikuti allah lain, maka Allah akan membinasakan mereka. Ada berkat (Im. 26:1-13) dan kutuk (Im. 26:14-46) yang mengikuti sikap yang diambil oleh bangsa Israel (band. Ul. 4:30-31 dg Ul. 4:25-27; Ul. 9:12,14; Ul. 17:2-5). Maksud Elia adalah lebih baik bangsa Israel dimusnahkan Allah daripada ia yang terancam mati. Tapi disinilah ironisnya. Keinginan Elia melarikan diri adalah bukti dari ketidaksetiaan Elia terhadap Allah karena tidak mengikuti panggilan Allah. Allah tidak menyuruhnya untuk pergi sama seperti ketika dirinya dipelihara oleh burung-burung gagak dan janda di Sarfat. Elia gagal memahami maksud ilahi di balik panggilannya. Begitu pula kita, kita terkadang bisa salah memahami maksud Tuhan dan berbalik tidak setia.
- Ada berkat di balik panggilan Allah. Selama kita setia, Allah menyediakan berkat. Tidak ada yang sia-sia selama sikap/respon kita terhadap panggilan Allah itu benar! Tanpa adanya peristiwa di gunung Karmel, tidak akan ada sisa dari Israel utara yang akan selamat (hukuman kebinasaan adalah konsekuensi dari ketidaksetiaan Israel). Namun, kita temukan disini di ayat 18, bahwa kasih karunia Allah menyertai 7.000 orang di Israel yang tidak sujud menyembah Baal dan mulutnya tidak mencium Baal. Apa yang kita kerjakan saat ini dengan setia termasuk dalam pelayanan, keluarga, marketplace akan membuahkan hasil yang manis.
Firman TUHAN kepadanya: “Pergilah, kembalilah ke jalanmu, melalui padang gurun ke Damsyik, dan setelah engkau sampai, engkau harus mengurapi Hazael menjadi raja atas Aram. Juga Yehu, cucu Nimsi, haruslah kauurapi menjadi raja atas Israel, dan Elisa bin Safat, dari Abel-Mehola, harus kauurapi menjadi nabi menggantikan engkau. Maka siapa yang terluput dari pedang Hazael akan dibunuh oleh Yehu; dan siapa yang terluput dari pedang Yehu akan dibunuh oleh Elisa. Tetapi Aku akan meninggalkan tujuh ribu orang di Israel, yakni semua orang yang tidak sujud menyembah Baal dan yang mulutnya tidak mencium dia.” (1 Raja-raja 19:15-18). Perhatikan! Tadinya (ayat 8) kita mengetahui lama perjalanan Elia di padang gurun adalah 40 hari 40 malam, bukan?
Tahukah Anda bahwa perjalananan itu sesungguhnya bisa ditempuh dalam waktu sehari semalam saja dengan berjalan kaki?
Mungkin rasanya terasa lama kita berada dalam depresi seperti Elia karena masalah-masalah yang tak kunjung selesai, keadaan tidak berubah, bahkan rasanya ingin mati saja. Di balik semua penderitaan yang kita alami, percayalah, perjalanan itu sebenarnya tidak akan lama jika kita mengetahui maksud Tuhan. Meskipun harus kembali melewati padang gurun tersebut, Anda lebih kuat dan lebih cepat untuk bisa melewatinya karena Anda tahu ada Divine Plan atau Rencana Ilahi yang menyertai Anda seperti Tuhan menyertai Elia.
Tuhan Yesus memberkati!