Our responses to God’s faithfulness

Our responses to God’s faithfulness

Preacher: Yehezkiel Christanto

Tuhan itu setia, Ia tidak pernah meninggalkan kita sendiri. Beberapa hari lagi kita akan menyambut natal, dimana natal adalah bukti nyata Ia hadir di tengah-tengah kita sehingga kita yang berdosa ini dapat melihat Allah.

Mari kita baca Ulangan pasal 7 ini terlebih dahulu supaya kita tahu konteksnya.

1. Balasan kesetiaan Tuhan terhadap kita adalah bahwa kita harus mengenal Allah yang benar.

Karena diluar sana banyak pengajaran yang membiaskan Allah yang benar yang dapat mempengaruhi iman kita, membuat kita berpaling dari Allah yang benar.

Ulangan 7 ini dimulai dari sebuah peringatan kepada bangsa Israel tentang apa yang akan mereka hadapi dan bagaimana cara mereka bertindak.

Yang mereka hadapi adalah 7 bangsa yang lebih kuat dari mereka, yang menyembah allah lain, dan potensi yang akan terjadi bila bangsa Israel membuat suatu ‘hubungan’ dengan mereka (kawin campur). Ini artinya mereka membuat ‘perjanjian’ baru dengan mereka.
Perhatikan: Ini bukan tentang Mesir dan ilah-ilahnya lagi, melainkan ini tentang tanah yang dijanjikan Tuhan, dimana tanah tersebut dimiliki oleh orang Het, orang Girgasi, orang Amori, orang Kanaan, orang Feris, orang Hewi dan orang Yebus beserta sistem kepercayaan mereka, dalam hal ini mezbah-mezbah, tugu berhala dan patung-patung mereka.

Kata-kata Musa tegas: Dengan kata lain, Musa menyatakan dengan jelas bahwa bukan hanya Yehovah Tuhan Israel, tetapi Dia adalah TUHAN. Dalam Keluaran 20:3 salah satu dari 10 perintah Allah kepada bangsa Israel adalah jangan ada pada mereka allah lain di hadapan TUHAN. Jika kita benar-benar mengenal TUHAN, kita akan bisa membedakan mana Tuhan yang benar dan yang tidak.

Ayat 4: sebab mereka akan membuat anakmu laki-laki menyimpang dari pada-Ku,
sehingga mereka beribadah kepada allah lain.

Allah lain ini dimiliki oleh bangsa-bangsa di sekitar mereka yang tertulis dalam ayat 1: orang Het, orang Girgasi, orang Amori, orang Kanaan, orang Feris, orang Hewi dan orang Yebus. Tuhan yang benar adalah Allah yang pencemburu. Cemburu disini bukan karena kita berpaling dari-Nya dan melakukan dosa, bukan karena kita melakukan kemaksiatan di tengah-tengah nikmat & kasih karunia yang kita rasakan.

Suka atau tidak suka kata cemburu ini tertulis di 10 hukum, dan yang menyebabkan Allah
cemburu, ini adalah tentang menghormati Allah dalam kekudusan-Nya! karena ini berada dalam posisi teratas (top list) dalam hukum yang terutama.
• Jangan ada allah lain
• Jangan membuat patung yg menyerupai apapun
• Jangan menyembah/beribadah kepadanya.
Baru diteruskan sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu

Beberapa ayat firman Tuhan menegaskan bahwa TUHAN itu Allah yang pencemburu.

Keluaran 34:14
Sebab janganlah engkau sujud menyembah kepada allah lain, karena TUHAN, yang
nama-Nya Cemburuan, adalah Allah yang cemburu.

Yesaya 42:8
Aku ini TUHAN, itulah nama-Ku; Aku tidak akan memberikan kemuliaan-Ku kepada yang lain atau kemasyhuran-Ku kepada patung.

Yesaya 45:5
Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain; kecuali Aku tidak ada Allah. Aku telah
mempersenjatai engkau, sekalipun engkau tidak mengenal Aku,

Alkitab dengan jelas menyebutkan kecemburuan Allah disebabkan oleh hal yang jelas.

Kesetiaan dapat dianggap sebagai karakter, sementara reputasi berkaitan dengan bagaimana orang lain melihat dan menilai karakter tersebut.

Orang yang tidak setia memilih jalan yang melindungi reputasi dengan mengorbankan karakter.
Contoh: Sempat viral, seorang vlogger yang mengkritik sebuah rumah makan yang
mengemas bungkusan dengan kantong plastik dan tempatnya kotor. Bukannya memperbaiki
diri, rumah makan itu malah menyalahkan vlogger tersebut.
Ada yang ingin melindungi nama baik perusahaan dengan cara berbohong kepada customer dan menuntut itu adalah kesalahan customer.
Mengapa ada hal negatif dalam karakter Allah yang ‘bisa’ merusak reputasi-Nya sebagai
Allah yang baik? Allah yang setia? Allah yang kasih? Memegang perjanjian? Bukankah dengan cemburu terang-terangan akan membuat diri-Nya dikenal sebagai Allah yang insecure/posesif? Bukankah membalas akan membuat diri-Nya dikenal sebagai Allah yang jahat/tidak baik?

Manusia cenderung tidak menyukai sesuatu yang negatif dalam diri Allah sehingga
menyebabkan mereka tidak mampu mengenal Allah yang benar secara utuh.

Pada akhirnya, mereka tidak melihat ini sebagai sebuah ‘keadilan’ melainkan ‘kelemahan’.
Idealnya memang Allah tidak pencemburu, tapi itu jika manusia bisa setia seperti Allah! Sayangnya tidak! Pengalaman bangsa Israel membuktikan bahwa manusia dapat melanggar perjanjian, manusia bisa berpaling kepada allah lain.

Kel. 20:3 Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku.

Lihat kontras yang terjadi. Cemburu merupakan wujud dari keadilan Allah yang muncul dari
kesetiaan. Kita saja kalau punya pasangan hidup, sesekali kadang menginginkan pasangan
kita menunjukkan sikap cemburu agar kita tahu bahwa dia masih sayang kepada kita. Apalagi
jika hubungannya mulai hambar.

Berkali-kali TUHAN menunjukkan kecemburuannya itu adalah bentuk perhatian dan kasih
sayangnya kepada kita sebenarnya. Harusnya, kita senang masih bisa merasakan perhatian
dan kasih sayang-Nya, bukan?

Dan itu bukan sebuah kelemahan! Makanya tidak heran, mereka yang tidak memahami ini
akan kesulitan untuk mengerti mengapa Allah berinkarnasi menjadi manusia, harus mati
dalam keadaan-Nya sebagai manusia untuk menggantikan hukuman balasan atas dosa-dosa kita. Mereka tidak suka Tuhan yang mati. Tuhan lahir di palungan, tempat yang rendah. Yesus ketika memasuki Yerusalem, dielu-elukan, menaiki seekor keledai. Berbanding terbalik dengan pikiran mereka bahwa seorang Raja harus menaiki seekor kuda gagah.

Balasan kesetiaan Tuhan adalah menjalin hubungan dengan hati. Ini adalah respon kedua yang harus kita lakukan. Karena sesuai konteks ini, Tuhan memilih bangsa Israel bukan karena bangsa Israel hebat, bukan karena bangsa Israel mampu ataupun besar. Melainkan karena Tuhan mengasihi dan setia terhadap janji-Nya kepada nenek moyang mereka.

Ada hubungan menarik antara kesetiaan, perjanjian dan pengampunan. Perjanjian
(covenant) dan pengampunan (mercy) berkali-kali muncul di Alkitab berpasangan misalnya:
Ulangan 7:9, 1 Raja-raja 8:23, 2 Tawarikh 6:14, Nehemia 1:5, Nehemia 9:32, Daniel 9:4
Faithful berasal dari Bahasa Ibrani: Haneeman yang akar katanya adalah ‘aman.
Iman sinonim dengan kata Faith, sedangkan Percaya sinonim dengan kata believe.

Faithful menopang, bertahan, atau mendukung. Ketika diterapkan pada seseorang, itu
berarti seseorang yang dapat diandalkan untuk bersandar
Faith berasal dari kata Ibrani Emunah (Alef-Mem-Waw-Nun-He).

Menariknya, kata Ibrani untuk kesetiaan, berasal dari kata dasar yang sama dengan aman
(alef-mem-nun), yang berarti seniman, pengrajin, atau praktisi.

Meskipun menjadi seorang seniman sering kali dimulai dengan identifikasi bakat bawaan, bakat itu, jika tidak dilatih, bisa tetap belum berkembang.
Seni sejati bergantung pada pengembangan terus-menerus melalui ekspresi dan
pengasuhan yang teratur. Untuk menjadi mahir dalam suatu kerajinan, seseorang perlu mencurahkan waktu, tenaga, dan latihan untuk mengembangkan keterampilannya.

Demikian pula, keyakinan adalah upaya yang terus-menerus, sebuah seni yang menjadi lebih
baik seiring berjalannya waktu dan latihan. Padahal, dalam bahasa Ibrani modern, imunim berarti latihan. Sama seperti seseorang yang perlu menjaga rutinitas olah raga untuk menjaga kebugaran
tubuhnya, jiwa juga perlu dipupuk secara teratur agar imannya tetap hidup.

Oleh karena itu, iman bukanlah suatu kata benda yang statis, sesuatu yang dimiliki seseorang dan tidak akan pernah hilang; sebaliknya, ini adalah kata kerja yang dinamis, upaya dan
proses aktif yang memerlukan pengembangan terus-menerus.
Dalam bidang intelektual, perjalanan iman adalah perjalanan yang mengharuskan kita untuk memahami sebanyak yang kita bisa tentang Tuhan, Taurat, dan jiwa, dan apa yang tidak
dapat kita pahami atau buktikan, kita kemudian menganutnya dalam iman.

iman bukan sekedar keyakinan yang keras kepala tanpa adanya alasan; iman adalah cara
mengetahui yang berakar pada pengalaman.

Kita belajar sambil melakukan, dan dari dalam konteks tindakan muncullah sebuah wawasan
yang tidak akan pernah bisa diakses melalui kata-kata dan pikiran saja.

Inilah makna dari pernyataan bangsa Israel di Sinai ketika mereka menerima Taurat dengan seruan, Kami akan melakukan dan [dan melalui melakukan] kami akan mengerti.
Di sinilah letak perubahan paradigma di jantung pemahaman iman Yahudi.

Bukan berarti semakin kita memahami dan meyakini, semakin banyak yang akan kita
lakukan; sebaliknya, semakin banyak yang kita lakukan, semakin kita memahami dan
percaya.

Menariknya, dalam Yudaisme, orang yang beriman tidak disebut sebagai orang Yahudi yang
“baik” tetapi sebagai orang Yahudi yang “berpraktek”.

Yakobus 2:14 Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan?
21 Bukankah Abraham, bapa kita, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya,
ketika ia mempersembahkan Ishak, anaknya, di atas mezbah?
22 Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh
perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna.
26 Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa
perbuatan-perbuatan adalah mati.

Iman tidaklah statis dan tetap, melainkan dinamis dan cair. Seperti halnya tubuh, jiwa
membutuhkan nutrisi dan olahraga yang terus-menerus agar dapat berkembang.

Kembali ke Ulangan 7:9
Faithful kesetiaaan itu menopang, bertahan, atau mendukung. Ketika diterapkan pada seseorang, itu berarti seseorang yang dapat diandalkan untuk bersandar.

Kesetiaannya inilah yang selalu ada menemani perjanjian dan belas kasih-Nya.

Kita akan gagal memahami kesetiaan Tuhan jika kita tidak pernah mencoba melakukan dan melakukan lebih banyak lagi.

2. Balasan kesetiaan Tuhan adalah ‘hubungan’ dengan hati.

Kenapa bangsa Israel bisa berpaling dari allah yang benar?

Hati tidak selalu mendengarkan larangan otak.

Iman juga berasal dari hati. Bukan otak. Kalau menalar segalanya dengan otak, maka
imanmu tidak akan bertumbuh.

Pengampunan adalah tema utama dari segala berita yang tertulis dalam Alkitab.
Pengampunan itu berasal dari hati. Bukan otak. Demikianlah kesetiaan itu juga berasal dari hati. Bukan otak.

Ada beberapa orang yang
diberkati untuk memiliki kesetiaan dalam hidupnya.
Mengapa orang lebih mudah menyalahkan daripada mengampuni?

Karena lebih mudah melihat 1000 keburukan seseorang daripada 1 kebaikan seseorang
ketika kita mendapati orang tersebut menyakiti kita.

Tidak heran, banyak orang memilih jalan perceraian daripada memperbaiki hubungan.
Berdalih: “Mengapa harus memaafkannya? Dia yang salah! Dia yang selingkuh! Dia yang menghancurkan keluarga ini!”
Banyak orang susah mengampuni karena mereka berpikir diri merekalah yang paling benar!

Lebih enak mana dikatain: “Gak ada otak” vs “Gak ada hati”?

Kejadian 6:5 Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan
bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata,

Kalau ada masalah, kira-kira yang jalan duluan yang mana? Otak atau Hati? Kita lebih
cenderung terbiasa mengatasi masalah dengan otak kita terlebih dahulu daripada dengan Tuhan. Ada masalah keuangan, otak langsung berpikir bagaimana cara untuk mendapatkan uang
lebih. Ada problem di kantor dengan rekan kantor, lebih mudah memikirkan 1000 cara untuk membalas dan menjatuhkan dia daripada mengampuni dia, betul?

Ingat kisah perempuan yang kedapatan berzinah dalam Yohanes 8 yang dibawa ke hadapan Yesus oleh Ahli-ahli taurat dan orang-orang Farisi. Para ahli taurat & orang-orang Farisi dikatakan dalam ayat 6: Mereka mengatakan hal itu untuk mencobai Dia, supaya mereka memperoleh sesuatu untuk menyalahkan-Nya. Mereka memakai ‘otak’ mereka dengan tujuan menyalahkan Yesus. Kebenarannya adalah mereka tidak peduli dengan perempuan yang berzinah ini (sama sekali). Tujuan mereka cuma satu yaitu menjatuhkan Yesus. Mereka tahu hati-Nya Yesus, mereka tahu belas kasih-Nya.

Hati adalah pusat kecenderungan bagi manusia untuk melakukan tindakan. Orang-orang yang terbuka lebar-lebar bagi kehadiran dan pengaruh Allah, adalah orang-orang yang memiliki hati yang seperti ini:
– Orang yang hatinya tulus, Kisah 2:46; Efesus 6:5; Kolose 3:22,
– Orang yang hatinya lurus , Kisah 8:21,
– Orang yang hatinya suci, Matius 5:8; Yakobus 4:8.

Matius 5:8 Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.

Matius 6:22-23, Tuhan Yesus mengupamakan hati nurani bagaikan jendela yang tidak menghasilkan sinar, hanya menjadi jalan sinar masuk kedalam rumah. Kalau jendelanya kotor kena lumpur maka ruangan di dalamnya ikut jadi gelap. berapa banyak sinar Firman Tuhan yang masuk kedalam jendela hati manusia? sedemikian baik hati nuraninya, namun
sedikit Firman yang masuk, semakin cemarlah hati nuraninya. Karena itu perlu sekali hati
nurani dibina secara wajar dan sungguh-sungguh diberi penerangan oleh Roh Kudus. Inilah sebabnya mengapa hati-nurani dan iman tak dapat dipisahkan. Dengan penyesalan dan iman orang dibebaskan dari hati nurani sebagai derita; tapi iman juga menjadi alat yang dengannya hati nurani disegarkan dan diberi penerangan. Berjalan dalam hidup yang baru (Roma 6:4) mencakup iman yang hidup dan tumbuh, yang dengannya orang Kristen terbuka bagi pengaruh Roh Kudus (Roma 8:4), dan pada sisi lain ini menjadi jaminan akan suatu hati nurani yang murni (1 Petrus 3:16).

3. Balasan kesetiaan Tuhan adalah mengikuti rancangan dan ketetapan Allah

Ada alasan kenapa Allah begitu murka terhadap 7 bangsa yang disebutkan dalam Ulangan
7:1 → orang Het, orang Girgasi, orang Amori, orang Kanaan, orang Feris, orang Hewi dan
orang Yebus → 7 bangsa yang lebih banyak dan lebih kuat daripada Israel.
Dalam Wahyu 7:4-8 Ada 2 Suku yang namanya dihapuskan: Suku Dan & Suku Efraim.

Kembali jumlahnya 12 suku dengan Lewi dan Yusuf disebut di antaranya, tetapi dengan Dan dan Efraim hilang.

Sekarang timbul pertanyaan, kenapa kedua suku itu dihapuskan?

Jawabannya terdapat di dalam

Ulangan 29:16-20,
(16) Sebab kamu ini tahu, bagaimana kita diam di tanah Mesir dan bagaimana kita
berjalan dari tengah-tengah segala bangsa yang negerinya kamu lalui, (17) dan kamu
sudah melihat dewa kejijikan dan berhala mereka, yakni kayu dan batu, emas dan
perak itu, yang ada terdapat pada mereka. (18) Sebab itu janganlah di antaramu ada
laki-laki atau perempuan, kaum keluarga atau suku yang hatinya pada hari ini
berpaling meninggalkan TUHAN, Allah kita, untuk pergi berbakti kepada allah
bangsa-bangsa itu; janganlah di antaramu ada akar yang menghasilkan racun atau
ipuh. (19) Tetapi apabila seseorang pada waktu mendengar perkataan sumpah serapah ini menyangka dirinya tetap diberkati, dengan berkata: Aku akan selamat, walaupun aku berlaku degil — dengan demikian dilenyapkannya baik tanah yang kegenangan maupun yang kekeringan – (20) maka TUHAN tidak akan mau mengampuni orang itu, tetapi murka dan cemburu TUHAN akan menyala atasnya pada waktu itu; segenap sumpah serapah yang tertulis dalam kitab ini akan menghinggapi dia, dan TUHAN akan menghapuskan namanya dari kolong
langit.

Ini bukti bahwa Allah tidak main-main menuntut kesetiaan bangsa Israel.

Ironisnya, dari generasi yang keluar dari Mesir hanya 2 orang yang bisa masuk ke dalam tanah perjanjian. Yosua dan Kaleb.

Rancangan Tuhan lebih baik dari rancangan manusia manapun.

Abraham → Kelaparan hebat = Mesir. Disini Allah punya rencana agar Firaun menyambut Abraham dan memberikan kambing domba, lembu sapi, keledai jantan, budak laki-laki dan perempuan, keledai betina dan unta (Kej. 12 & Kej 13).
Ishak → Kelaparan hebat = Dilarang ke Mesir.

Kita bisa lihat ending dari Ishak di negeri Filistin. Orang Filistin saja mengakui bahwa TUHAN nya Ishak yang memberkati Ishak.

Mengapa minggu pertama kemarin kita belajar tentang Kejadian 26? Ishak? Karena

26:34 Ketika Esau telah berumur empat puluh tahun, ia mengambil Yudit, anak Beeri
orang Het, dan Basmat, anak Elon orang Het, menjadi isterinya.
26:35 Kedua perempuan itu menimbulkan kepedihan hati bagi Ishak dan bagi Ribka.

Bandingkan dengan:

2 Korintus 6:14 Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan
orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran
dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?

Dari ketetapan Tuhan, balasan kesetiaan kita dapat dilihat dari cara kita ‘memilih’?
Pilihan hidup mencakup berbagai keputusan dan tindakan yang diambil oleh individu
sepanjang kehidupannya. Pilihan ini membentuk jalur hidup, nilai-nilai, dan identitas kita.

Pilihan hidup ini selalu berhubungan dengan kebahagiaan:
Hubungan Interpersonal → Pasangan hidup → Keluarga
Kesehatan → Umur Panjang, pola makan, olahraga
Pendidikan → Pekerjaan/Karir → Kemakmuran, Stabilitas finansial (menabung, investasi,
membelanjakan uang)
Tujuan dan Aspirasi (Hasrat) → Mengejar pengalaman & petualangan → Cara untuk
mematikan passion adalah memberi kemudahan. Kadang Tuhan mengijinkan kita untuk
mengalami rintangan adalah agar kita masih punya passion kepada Tuhan.

Esau selain memandang rendah hak kesulungan, Esau juga hidup tidak memegang perjanjian antara Tuhan dan ayahnya Ishak dan kakeknya Abraham.

Abraham ketika memilihkan jodoh untuk Ishak, Kej. 24:6 Tetapi Abraham berkata kepadanya: “Awas, jangan kaubawa anakku itu
kembali ke sana”

Banyak orang tua yang menoleransi anaknya memiliki hubungan asmara dengan
anak yang tidak seiman. Mereka tidak sadar, anaknya bisa saja menukar keselamatan dengan kebinasaan karena cinta. Mereka tidak peduli bahwa Allah mempedulikan hubungan ilahi yang seiman sama seperti ketika Abraham mencarikan jodoh untuk Ishak, dan diteruskan Ishak dan Ribka yang mempersiapkan Yakub, diutus kepada pamannya Laban.

Sadar atau tidak sadar, Tuhan memegang perjanjian dan kasih setia-Nya sampai beribu-ribu keturunan dalam konteks ini adalah keturunan Abraham – Ishak – Yakub. Jalur keturunan ilahi sampai pada akhirnya lahirnya Yesus sang juru selamat sebagai bukti kesetiaan TUHAN. Yesus dinamakan… Imanuel! Allah beserta kita.

Hidup tidak selalu adil, namun Tuhan selalu setia.

Kita harus tetap mengikuti rancangan dan ketetapan Tuhan walaupun hidup ini terasa tidak selalu adil. Kita harus tahu bahwa ada hal-hal yang tidak selalu berjalan sesuai dengan rencana kita. Kita tidak selalu mendapatkan apa yang kita inginkan!

Baru kemarin kita belajar tentang seorang tokoh yang bernama Ishak, yang sedang belajar untuk hidup dengan janji Tuhan. Tetapi perjalanan hidupnya tidak seluruhnya enak walaupun ia diberkati luar biasa oleh Tuhan. Untuk mengimbangi kekayaannya, ia memerlukan sumur dan ketika menggali sumur ia mengalami masalah demi masalah karena kekayaannya tersebut. Tetapi ketika Ishak menamai tempat itu Rehobot, sebenarnya Ishak sedang mengingat janji Tuhan bahwa Tuhan itu setia terhadap janji-Nya!

Kej. 26:22 Ia pindah dari situ dan menggali sumur yang lain lagi, tetapi tentang sumur
ini mereka tidak bertengkar. Sumur ini dinamainya Rehobot, dan ia berkata: “Sekarang TUHAN telah memberikan kelonggaran kepada kita, sehingga kita dapat beranak cucu (fruitful) di negeri ini.”

Kesetiaan Allah adalah bukti cinta-Nya yang tidak pernah gagal bagi kita.

Apakah pentingnya pengikatan Ishak?

Kata terikat adalah kata Ibrani Akad yang merupakan asal muasal ungkapan Akedah.
Makna konvensional dari Akad adalah mengikat dengan sandal jepit atau mengikat.

Akedah = aw-kad’ = to bind

Sering klo kita bila ada transaksi jual beli, atau kerjasama, kita mengenal kata ‘akad’.

Bukan suatu kebetulan Ishak disebut Anak Perjanjian.

Inisiatif Tuhan.

Ulangan 7:6 Sebab engkaulah umat yang kudus bagi TUHAN, Allahmu; engkaulah
yang dipilih oleh TUHAN, Allahmu, dari segala bangsa di atas muka bumi untuk
menjadi umat kesayangan-Nya.
Ulangan 7:7 Bukan karena lebih banyak jumlahmu dari bangsa manapun juga, maka
hati TUHAN terpikat olehmu dan memilih kamu–bukankah kamu ini yang paling
kecil dari segala bangsa? —

Apa hubungannya dengan perjanjian Tuhan dengan Abraham, Ishak, Yakub? Kita bisa lihat polanya bahwa perbedaan dari Ishak yang diikat dan domba yang tersangkut adalah satu-satunya korban pengganti yaitu domba jantan itu adalah inisiatif Tuhan! Ia begitu mengasihi
kita, sehingga inisiatif ini selalu datang dari Tuhan.

Roma 5:8 Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.

Apa respon kita ketika Allah berinisiatif untuk kita? Masihkah kita tetap setia?

Penting untuk diingat bahwa hidup memang bisa tidak adil dan sulit dilalui. Namun, kasih
dan kesetiaan Tuhan yang tidak pernah berubah memberikan sinar harapan bahkan pada saat paling gelap. Dengan memegang teguh kesetiaan Tuhan, kita dapat mengumpulkan kekuatan dan keberanian untuk tetap bertahan dan mengatasi tantangan. Selain itu, ini menjamin bahwa tidak peduli seberapa bergejolaknya hidup, kita tidak pernah sendirian. Oleh karena itu, mari kita terus berpegang pada kesetiaan Tuhan yang tidak berubah saat kita menjalani perjalanan melalui dunia yang tidak pasti dan seringkali tidak adil ini.

Tuhan Yesus memberkati.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *